Rabu, 08 Desember 2010

MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG QUR'ANI

MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG QUR'ANI
BAB 1 PENGERTIAN DAN CIRI KELUARGA QUR’ANI

Dalam bagian akhir surat Alfurqon, ayat 74, “.. robbanaa hablanaa min azwaajina wadzurriyyaatina qurrota a’yun waja’alnaa lilmuttaqiiyna imaama”. Yang artinya kurang lebih,”Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai qurrota’ayun dan jadikanlah kami pemimpin orang-orang yang bertakwa.”

Dari ayat ini, bahwa dalam keluarga qur’ani itu ada cita-cita mensholehkan keturunan. Bukan hanya anak saja, bahkan sampai keturunan keberapa pun, sudah menjadi cita-cita keluarga qur’ani.

Bahkan, sampai anak yang akan datang 100 tahun mendatang pun, sudah menjadi pemikiran orang-orang beriman. Seperti do’anya Nabi Ibrahim:

“Robbana wab’ats fiyhim rosuulamminhum yatlu ‘alayhim aayaatika wayu ‘allimuhumul kitaaba wal hikmata wayuzakkiyhim innaka antal ‘aziyyzul hakiim”, yang artinya “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”.

Hasil do’a Nabi Ibrahim itu baru 1 abad kemudian dikabulkan Alloh dengan diutusnya Rasulullah Saw.

Itulah yang dimaksud dengan “…wadzurriyyaatina..” pada akhir surat Alfurqon ayat tadi, adalah semua yang menjadi garis keturunan kita. Juga di do’a Nabi Ibrahim di Q.S. Ibrahim: 40, “Robbij ‘alniy muqiiymassholaati wamin dzurriyyaati…”.

Seorang nabi Ibrahim yang tauhidnya kuat luar biasa berdo’anya kepada Alloh ingin agar dirinya dan keturunannya menjadi orang yang “muqiiymassholaati” (mendirikan sholat). Kalau Nabi Ibrahim aja yang tauhidnya kuat ingin supaya seperti itu, kita yang tauhidnya tak sekuat Nabi ibrahim, seharusnya lebih utama lagi agar diri kita dan keturunan kita “muqiiymassholaati” (mendirikan sholat).

Sebab jika posisi “muqiiymassholaati” kita dapatkan, apa saja yang gak kita dapatkan di dunia ini, ga akan rugi yang hakiki. Sehinga, jangan pernah terpikir menjadi muqimassholati itu hal yang biasa karena sekelas Nabi ibrahim pun, sangat mendamba-dambakan hal itu.

“dzurriyyah” itu adalah kata yang sangat umum. Karena kata cucu dalam bahasa arab, jika cucu yang dihasilkan oleh anak laki-laki =asbat. Kalau cucu yang dihasilkan oleh anak perempuan = ahfad. Tapi kalau cucu yang sampai sekian banyak keturunan kita = dzurriyyah. Nah, yang kita minta kepada Alloh adalah keturunan yang sampai ketika telah di liang lahat pun supaya mereka keturunan itu mendapat hidayah Alloh.

Sampai saking Ibrahim mendamba-dambakan “…muqimassholati..” itu , doanya diakhiri dengan “…robbana wataqobbal du ‘a.”.. karena “…muqimassholati..”itu strategis dalam kehidupan akhirat dan dunia.

Karena amal-amal akhlaq pun timbul merupakan dampak dari “…muqimassholati..”. Orang yang tertarik sholat sunnah pasti karena dampak “…muqimassholati..”. Orang yang berakhlak baik pastilah karena dampak “…muqimassholati..”. Oleh sebab itu, jadikan “…muqimassholati..”sebagai kebutuhan mendasar diri kita.

Kesadaran berdo’a untuk keluarga dijadikan Allah sebagai bukti keimanan yang semakin baik. Allah menggambarkan di bagian akhir Q.S. Alfurqon sebagai ‘ibadurrahman.

Pada bagian akhir surat alfurqon itu, disebutkan hamba-hamba Alloh yang langsung tersibghoh dengan ajaran-ajaran Allah, yang terwarnai dengan akhlaknya, takutnya dengan api neraka, sifatnya yang perhatian dengan masalah ekonominya, perhatian terhadap keluarganya, tidak hanya keluarga dia tapi hingga keluarganya yang akan datang hingga sekian tahun mendatang.

Keturunan itu menjadi qurrota a’yun ( menyejukkan mata) bahkan keinginannya, keturunan ga hanya menjadi orang yang bertaqwa, tapi jadi pemimpinnya orang yang bertaqwa. Berarti harus ada ketaqwaan yang luar biasa dan istimewa sehingga layak sebagai pemimpin orang-orang yang bertaqwa.

Saat berdo’a ini, kita harus bisa menghilangkan kondisi riil diri kita (kondisi lingkungan dan diri) apalagi do’a ini adalah do’a yang diajarkan langsung oleh Alloh dan yang memanjatkan do’a ini adalah orang-orang yang istimewa di sisi Alloh.

Jadi, modal utama pertama bagi rumah tangga Qur’ani adalah : Addu’a (Do’a).

-> dengan do’a itu, kita punya keyakinan/pengakuan yang utuh bahwa Allah itu maha kuasa mengatur kehidupan kita, istri dan anak.

-> bagi yang sudah punya anak, kita rasakan pengaruh game komputer itu begitu luar biasanya pada anak. Gimana bisa cinta Alqur’an klo gitu. Tapi..sudah.. kembalikan pada Allah sambil kita terus berusaha.

Do’a itu diletakkan Alloh sebagai silahul mu’min (senjata orang2 mukmin). Makna senjata ini aslinya adalah bahwa kita ga berdaya menghadapi dunia ini sehingga kita butuh do’a.

Dari keluarga qur’ani itu, ciri utamanya adalah mendirikan sholat. Tentunya dalam pelaksanaannya akan terus berkembang sesuai perkembangan keimanan. Manusia akan beramal sesuai perkembangan keimanannya. Kalau sholat 5 waktu terus, maka akan meningkat menjadi juga sholat sunnat. Lalu kan meningkat lagi, solat 5 waktunya akan agak lama’an. Itu kalau imannya meningkat semakin kuat, ini akan membuat orang semakin enak dirinya bersama Allah Swt.

Rumah tangga qur’ani itu fokus utamanya adalah gimana agar satu sama lain saling tolong menolong dalam ketaatan kepada Alloh Swt. Karena ada rumah tangga yang fokus utamanya nyari duiit aja. Ada juga rumah tangga yang fokus utamanya memenuhi hobi saja.

Terkait hal ini, sehingga ada hadist = Rosulullah saw bersabda : “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam, kemudian mengerjakan sholat dan membangunkan istrinya (agar ikut mengerjakan sholat malam/sunnah tahajud), lantas jika istrinya enggan, maka ia memerciki wajahnya dengan air. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam kemudian mengerjakan sholat malam dan membangunkan suaminya (agar mengerjakan sholat malam), lantas jika suaminya enggan, maka ia memerciki wajahnya dengan air.” (HR. Abu Dawud (1308) dan Ibnu Majah (1335)).

Insya Allah kalau baik suami dan istri dua-duanya memahami hadist ini, maka percikan itu adalah percikan cinta. Soalnya ada kasus saat istrinya dipercikin air, malah jadi ribut, karena istrinya menganggap suaminya nyari gara-gara mengganggu ketenangan tidur atau melanggar HAM. Sehingga pastikan istri antum juga pernah membaca hadist ini. Harus ada keseimbangan, suami maupun istri harus tahu hadist ini.

Ini adalah bukti bahwa fokus keduanya adalah amal sholeh. Ini adalah kriteria paling MINIMALIS untuk keluarga Qur’ani.

KRITERIA KEDUA dari keluarga qur’ani adalah punya fokus utama interaksi dengan Qur’an itu sendiri. Semua anggota keluarga punya interaksinya sendiri yang langsung terhadap Alqur’an ini.

“Innalladzi na yatluuna kitaaballoohi wa aqoomusshoolata wa anfaquu mimma rozaqnaahum sirrow wa’ala niyatan yarjuwna tijaarotanlantabuur” yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” [Q.S. Fathir:29].

Ini kalau dirintis akan menumbuhkan kesadaran. Kalau tilawah qur’an terus dilakukan, akhirnya akan tumbuh rasa belum puas sehingga tumbuh kesadaran untuk lebih intens

Karena ga’ akan hafal betul kalau pengulangannya kurang dari 350 kali. Ada orang yang merasa cepat lupa ketika menghafal, sebenarnya sederhana, bacanya kurang dari 350 kali. Seperti surat al ikhlas, ga bakal lupa insya Alloh, karena pembacaannya sudah lebih dari 350 kali. Juga alamtarokayfafa’ala, insya Alloh ga bakal lupa karena pengulangannya sudah lebih dari 350 kali. Kalaupun lupa, paling Cuma sekali dan akan ingat terus insya Alloh.

Bayangkan kalau hal itu kita lakukan untuk Albaqoroh, Ali imron. Insya Alloh surah-surah itu akan senasib dengan surat al-ikhlas yang insya Alloh ga dimuroja’ah ga akan lupa.

Jadi bisa dibayangkan pahala dari menghafal, sebab orang akan baca ayat itu dalam bilangan/jumlah yang luar biasa.

Semakin meningkat lag interaksinya, hafalan itu akan jadi tadabbur yang baik. Semakin meningkat lagi, akan jadi kemampuan memahami tafsirnya.

YANG KE-TIGA, selain ia menjadikan qur’an sebagai perhatian utama, ia juga terjun memperjuangkan qur’an ini dalam kehidupannya.

Kalau yang ke-1 dan ke-2 sudah dilakukannya, ia belum puas kalau rumah tangga qur’ani cuma keluarga dia saja. Rumah tangga lain juga kalau bisa merasakan kenikmatan Alqur’an ini. Atau Rumah tangga qur’ani yang berfungsi bila semua rumah tangga ini aktif mengajak ummat kepada alqur’an.

Betapa resikonya amat banyak ketika mengajak yang lain kepada Alqur’an ini. Ada resiko ga dihargai orang lain, boro-boro orang mau terima kasih, malah bisa orang salah faham. Tapi kartena ia sudah kuat prinsipnya: melakukan perbuatan ini buka untuk menerima balasan dan walau syukuro/ terima kasih dari orang lain.

Kebahagiaan keluarga itu adalah ketika orang lain yang ga sholat bisa sholat, yang ga bisa baca qur’an jadi bisa baca qur’an. Sebab kebaikan ga akan sempurna kalo belum ada kesolehan kolektif. Di Al a’rof, “walau aamana ahlul quroo aamanu wattaqow…” . Dari ayat ini, penduduk suatu negeri, perlunya keimanan dan ketakwaan yang bersama, baru akan “lafatahnaa ‘alaykum barokaa…”

Yang ke-3 ini, keluarga yang senantiasa berfikir bagaimana orang lain bisa soleh. Siap dalam model kehidupan yang bagaimana saja, itu ga mempengaruhi dirinya, yang penting ia selalu merasakan hidayah pada orang lain yang belum dapat hidayah. Maka orang seperti ini, aslinya adalah orang yang paling kaya.

Dalam Hadist, “….”, (yang maknanya bahwa) 1 orang yang dapat hidayah karena peranmu/ do’amu, kamu kan peroleh yang lebih baik daripada dunia dan seisinya.

Tinggal pilih yang mana dari 3 ini. Kalau yang 1 mau dirintis, insya Alloh ia akan naik ke tingkat yang 2, dan kalau dirintis lagi, ia akan naik ke tingkat 3.

Yang ke-3 ini, seperti keluarga para Sahabat Nabi. Contoh: keluarga Abu Thalhah yang istrinya Ummu Sulaim. Kesabarannya ketika Abu Thalhah pulang, ia bilang bahwa titipan Alloh telah diambil. Ia bersabar saja. Karena kesabaran itu, Alloh ganti dengan 10 anak lain yang kulluhum yaqroo’unal qur’an. Yang sepuluh-sepuluhnya bisa melaksanakan qur’an senganbaik.

Itulah semua (penjelasan) tentang pengertian keluarga qur’an. Selanjutnya kita akan bahas tentang keutamaan keluarga Alqur’an.

BAB 2. KEUTAMAAN RUMAH TANGGA QUR’ANI

Pertama, agar benar-benar kehidupan yang sementara ini, alfauzu fiddunya, kalau bisa diisi dengan qur’an, kehidupan yang sebentar ini jadi bernilai tinggi di sisi Alloh.

Ringkasnya, Alqur’an mendudukkan rumah tangga dalam kehidupan yang positif dan negatif (potensi posifif dan negatif). Yang positig, kita sudah hampir semua hafal di qur’an Arrum:21. Yaitu: litaskunuu ilayha, waja’ala mawaddakum, dan warohmah.

Tetapi potensi dalam diri kita bukan hanya itu saja. Kita juga punya potensi marah-marahan, kesel keselan, bosen-bosenan, karena diri kita itu di Q.S.Attaghobun “inna min azwaajikum wa awlaadikum ‘aduww…”. Rumah tangga itu peperangan. Di ayat ini, dikatakan bahwa istri dan anak sebagai musuh. Jadi, jangan dikira bahwa keluarga itu positif semua. Karena di dalamnya ada nuansa permusuhan yang Allah sebut dia yat lain sebagai fitnah.

Intinya, ada kenikmatan, ada ujian. Manusia ga akan lulus ujian kecuali kehidupan ini dioptimalkan amal sholehnya.

Kalau di keluarga itu dipadatkan 3 hal kriteria ini (melaksanakan perintah Alloh, punya fokus interaksi dengan Alqur’an dan menda’wahkan qur’an), maka peran setan dan peran hawa nafsu akan kecil. Sehingga ntar yang dominan adalah : Litaskunuu ilayha, mawaddah, dan warohmah.

Jika pada diri itu tidak dikuatkan 3 hal ini (melaksanakan perintah Alloh, punya fokus interaksi dengan Alqur’an dan menda’wahkan qur’an), maka yang (Litaskunuu ilayha, mawaddah, dan warohmah) timbul hanya dari sisi kemanusiaan saja. Karena yang namanya manusia, dengan sendirinya sudah diberi Allah benih litaskunu, mawaddah dan warohmah dari sisi kemanusiaannya,( punya rasa cinta, kasih sayang, dsb.).

Tapi, benih ini mudah hilang dan dominan hawa nafsu dan setan. Dan jika dah dominan ini, maka ga akan berlangsung lama Litaskunuu ilayha, mawaddah, dan warohmah-nya.

Semua orang merasakan nikmatnya sesuatu kalau sedikit. Seperti eskrim itu enak kalau sedikit, kalau seember disuruh habiskan sekali ga enak. Kalau mengandalkan adanya (Litaskunuu ilayha, mawaddah, dan warohmah) hanya dari sisi kemanusiaan saja, wajar kalau 1 tahun nikah kemudian cerai, dsb.

Sebaliknya kalau keluarga it dibangun dengan ketaatan kepada Alloh, maka rumah tangga itu dibangun oleh 2 hal:

1. oleh benih kemanusiaannya

2. hubungan dengan Alloh yang akan menetralisir hawa nafsu dan setan sehingga semua konflik akan terselesaikan/terlupakan.

Karena Alloh punya (Litaskunuu ilayha, mawaddah, dan warohmah) yang tidak habis-habisnya. Allah itu al ghofuurul waduud. (Waduud=banyak cintanya).

Insya Alloh kalau kita akses Alloh sekuat-kuatnya, maka sifat Allah akan mewarnai rumah tangga. Insya Alloh akan menjadi rumah tangga yang kokok dan kuat dan bisa merasakan sebagian kenikmatan surga di dunia.

Bagaimana dengan kehidupan akhiratnya? Insya Alloh, Alloh akan memberikan keistimewaan pada keluarga yang senantiasa hidup dengan Alqur’an. Diantaranya: ALLAH AKAN MEMBERI KEUTUHAN KELUARGA ITU HINGGA AKHIRAT NANTI.

Sebagai contoh, kalau saat lebaran, akan kurang terasa kalau salah satu dari suami atau istri ga kumpul bareng., misalnya suami/istrinya telah lebih dahulu dipanggil Alloh. Ini kumpul yang paling cuman sehari, paling juga Cuma sampe dzuhur ied itu. Paling terasa kalau berkumpul/menyatu dengan keluarga. Padahal baru kenikmatan lebaran saja.

Bisa dibayangkan ga kalau di surga itu sendirian, Suami/ istri di neraka dan anak di neraka pula? Nikmat ya nikmat, tapi kalo ga ngumpul lagi, ga utuh kenikmatannya. Makanya do’anya para malaikat pada keluarga (yang qur’ani-pen) ini adalah agar rumah tangga itu seperti yang disebutkan di Q.S. 40:7-8. Supaya terus ngumpul sampe akhirat. Kalo dimasukin surga, masukin rame-rame aja sekeluarganya.

Ketika ada perhatian khusus pada Alqur’an, qur’an akan berfungsi sebagai syafaat. Arti syafaat adalah punya hak untuk bisa menolong orang lain. Walaupun mungkin bobotnya ga sama. Misalnya: Bapaknya rajin baca qur’an walau ga sampe hafal, tapi anaknya sampe hafal. Maka ini beda bobot saja. Kalau Bapaknya masuk neraka, insya Alloh masih bisa jadi syafaat. Jadi ada syaratnya agar qur’an itu bisa jadi syafaat, yaitu harus ada kesamaan dalam kesolehan atau semua unsur daam keluarga punya kesolihan. Kalau ada beda bobot, insya Alloh bisa dikumpulkan oleh malaikat. Contoh lagi: kalau bapaknya rajin sholat lima waktu, sedangkan anaknya rajin sholat lima waktu ditambah getol qiyamullail, maka insya Alloh masih bisa terkumpul.

(nb: di sesi tanya jawab, ada seorang akhwat yang bertanya via tulisan, bahwa ia memiliki bapak yang jauh dari Alloh. Ia bertanya terkait tema ini? Dijawab Ustadz Abdul Aziz, bahwa prinsipnya: segala sesuatu itu (yang baik) bila ga bisa diraih sempurna, maka jangan ditinggalkan semuanya. Kalaupun dah mentok semua upaya, dengan do’a ga akan mentok. Misalnya: hari senin nanti kita shaum dan berdo’a, supaya shaum kita itu jadi wasilah untuk do’a itu. Tiap orang punya ciri/model pengajakan yang berbeda-beda, sesuai “bahasa”nya masing-masing. Insya Alloh ajakan yang terus-menerus)

BAB 3 LANGKAH-LANGKAH MENUJU RUMAH TANGGA QUR’ANI

Apa yang harus kita lakukan agar Allah menakdirkan kita, keluarga kita menjadi keluarga Qur’ani?

LANGKAH PERTAMA: BANGUNLAH KEINGINAN

Sekedar keinginan, ini pun butuh pertolongan dari Alloh.

Karena segala sesuatu itu tumbuh dari keinginan. Akan tumbuh keinginan kalau kita pelajari dan gali rumah tangga qur’ani ini. Tapi kalau keinginannya belum ada, berarti harus belajar lagi, harus baca lagi kitab-kitab referensi terkait hal ini.

Kalau Alloh telah beri keinginan dalam diri kita, maka insya Alloh akan termotivasi ke langkah berikutnya: do’a.

LANGKAH KEDUA: DO’A

Do’a yang dilakukan akan sesuai dengan bobot keinginan itu sendiri. Itu rahasianya kalau orang berdoa untuk diselamatkan dari api neraka maka Allah memberi apresiasi, neraka pun akan ikut berdo’a agar manusia itu dijauhkan dari dia.

Tapi kenyataannya, apa dah benar kita tiap hari minta ke Alloh supaya diselamatkan dari api neraka? Belum tentu. Tergantung keimanan kita, bergantung rasa butuh diri kita.

Dalam sebuah hadist: ketika Allah mendengar hamba-hambanya minta diselamatkan dari neraka, Allah tanya ke malaikat (walaupun Allah Maha Tahu): mereka itu minta diselamatkan dari neraka itu saking butuhnya apa pernah mereka liat neraka itu? Jawab malaikat: itu karena keimanan mereka. Belum liat aja dah seserius itu (ka annaha ro’yal ‘ain = seolah melihat neraka di mata kepala sendiri), apalagi kalau mereka dah liat, akan lebbbih lagi doanya.

Sejauh mana keinginan kita untuk menjadi keluarga qur’ani itu terlihat dari do’a kita.

Kalau ternyata apa yang kita minta pada Alloh itu (keluarga qur’ani) kurang terwujud, maka Allah akan catat kita sebagaimana apa yang kita minta, bahwa kita telah melaksanakan rumah tangga qur’ani dengan sukses. Sebagai contoh:rumah tangga nabi Nuh, dinilai sukses oleh Alloh dalam menunaikan risalah Allah, meski anak dan istrinya tetap dalam keadaan kafir. (Allah ga pernah menyalahkan nabi Nuh bahwa ia termasuk orang yang ga sukses. –int pen).

Karena Alqur’an itu adalah kitab ilmu, ia ga akan terwariska secara otomatis. Jadi harus:

PERTAMA, HARUS DIPELAJARI

Apa sepekan sekali, atau tiap hari sekali. Hadist-hadist tentang penghargaan orang yang belajar qur’an diriwayatkan dengan shahih dalam berbagai kitab hadist. Seperti : 1 ayat saja yang kita pelajari dar qur’an lebih baik dari onta kualitas bagus zaman itu.

KEDUA. KETELAH DIPELAJARI HARUS DITERAPKAN SAMPAI MENJADI QUDWAH (TELADAN)

Menjadi contoh bagi orang lain. Bisa jadi anak/ istri/suami yang jadi qudwah. Siapa yang lebih dahulu menjadi qudwah, maka ia yang lebih mulia di hadapan Alloh. Misalnya: ada seorang yang menyampaikan pada saya bahwa ia mulai dekat dengan Allah dan qur’an ketika ia sering masuk ke kamar anaknya, dan ia temui di kamar anaknya itu bagitu banyak buku agama. Ia baca dan mulai dari situlah timbul hidayah untuk lebih dekat dengan Alloh.

Karena mukmin itu “ almukminu mir’atul mi’min”. jadi, anak pun ternyata bisa jadi qudwah bagi bapaknya.

KETIGA, SETELAH JADI QUDWAH, DIBENTENGI DENGAN ATS-SABAT (KETEGUHAN)

Agar generasi berikutnya benar-benar bisa teguh/tsabat/ istiqomah, maka kita diajarkan do’a-do’a agar tsabat. Apakah itu “ya muqollibal quluub, tsabbit quluubina ‘ala diinik”, dan do’a lainnya.

Untuk bisa istiqomah, selain dengan yusaha kita, juga dibarengi dengan do’a yang intensif. Sebagaimana intensifnya Rasulullah berdo’a untuk keluarganya.

Inilah jama’ah rohimakumullah.. Aquwlu qouli hadza wastaghfirulloh…. Wassalamu’alaykum warohmatulloohi wabarokaatuh.

Wallahu’alam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar